Selasa, 19 Agustus 2008

Bekal Utama Berumah Tangga (Bagian ke-3)

Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar
Sumber : www.manajemenqolbu.com

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Al-An’aam [6]: 132)

Jangan menuntut sesuatu kepada orang lain, tetapi tuntutlah terlebih dahulu diri kita untuk berbuat suatu kebaikan semaksimal mungkin. Tidakkah Allah Azza wa Jalla telah berfirman, ”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasannya) pula?” (Q.S. Az-Zalzalah [99] : 7-8 ). Artinya, segalanya tergantung kita. Sesungguhnyalah balasan Allah itu akan sangat dirasakan adilnya mana kala kita menyadari satu hal, yakni bahwa segalanya akan kembali kepada kita, tergantung apa bentuk amal yang dilakukan.

Camkan sekali lagi : bahwa kita tidak akan mendapatkan sesuatu dari apa yang kita inginkan dan harapkan, tetapi kita akan mendapatkan banyak dari apa yang diberikan. Semakin gemar bersedekah, maka insya Allah akan semakin melimpah rezeki hak kita dari-Nya. Semakin senang menolong orang lain, akan semakin banyak pula orang menolong kita. Semakin kita biasakan untuk membahagiakan dan memudahkan urusan orang lain, maka rasakanlah, betapa akan semakin banyak hal-hal yang dapat mendatangkan kebahagiaan sementara segala urusan kita pun dimudahkan oleh Allah Azza wa Jalla. Hendaknya di mana kita berada harus membuat orang lain merasa diuntungkan dengan kehadiran kita. Setidaknya keberadaan kita jangan sampai merugikan orang lain. Rumah tangga yang memiliki komitmen hidup semacam ini niscaya akan mendapati betapa jaminan Allah itu teramat mengesankan. “Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 158)

Sebaliknya, semakin pelit kepada orang lain, maka hidup ini akan terasa banyak menemukan kesulitan. Semakin senang berlaku aniaya terhadap orang lain, niscaya akan semakin banyak yang menzhalimi kita. Demikian pun, rumah tangga yang banyak menyakiti orang lain, niscaya akan menjadi rumah tangga yang banyak tersakiti pula. Inilah rumus sunatullah yang akan dialami oleh siapapun, sebagaimana pula yang telah ditegaskan oleh-Nya, “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. “ (Q.S. Al –An’aam [6] : 132)

Jadi,janganlah ingin menjadi suami yang disayangi istri, tetapi jadilah suami yang menyayangi istri. Janganlah ingin dihormati oleh anak-anak atau mertua, namun hormatilah mereka. Nanti toh semuanya akan kembali kepada kita jua. Janganlah ingin diberi sesuatu oleh tetangga, namun berilah mereka. Nanti Allah akan menggerakkan hati mereka untuk mengulurkan tangan bantuannya kepada kita. Walhasil, rumus yang kedua setelah ilmu sebagai bekal utama dalam berumah tangga, adalah hendaknya di mana pun kita berada menjadi orang yang selalu bisa berbuat sesuatu. Itulah amal-amal kebaikan.

Ikhlas

Ternyata sehebat apapun amal-amal kita tidak akan bermanfaat dihadapan Allah, kecuali amal-amal yang dilakukan dengan ikhlas. Orang yang ikhlas adalah orang yang berbuat sesuatu tanpa berharap mendapatkan apa pun, kecuali ingin disukai oleh Allah. Inilah bekal utama ketiga dalam berumah tangga. Dalam mengarungi kehidupan ini akan banyak didapati aneka masalah. Kita pasti akan menemukan berbagai kesulitan, kesempitan, dan kesengsaraan lahir batin, kecuali kalau mendapat pertolongan-Nya. Allah tahu persis kebutuhan kita, lebih tahu daripada kita sendiri. Dia tahu persis masalah yang akan menimpa kita, lebih tahu daripada kita sendiri. Karenanya, Allah menjanjikan , “Wa man yattaqillah yaj’allahu makhrajan.” (Q.S. Ath-Thalaaq [65] : 2) Rumah Tangga yang terus-menerus meningkatkan ketaatannya kepada Allah, akan senantiasa dikaruniai oleh-Nya jalan keluar atas segala urusan dan masalah yang dihadapinya. Anak-anak membutuhkan biaya, Allah akan mencukupi mereka karena Dia Dzat yang Mahakaya. Pelacur, perampok, dan orang-orang zhalim saja diberi rezeki, bagaimana mungkin anak-anak kita dilalaikan-Nya? Suami hatinya keras membatu, otoriter, dan suka bertindak kasar, apa sulitnya bagi Allah membolak-balikkan setiap hati, sehingga menjadi berhati lembut, baik, dan bijak.

Masalahnya, adakah keluarga kita layak mendapat jaminan-Nya ataukah tidak? Kuncinya adalah bahwa rumah tangga yang selalu dekat kepada Allah dan sangat menjaga keikhlasan dalam beramal, itulah rumah tangga yang layak memperoleh jaminan pertolongan-Nya. Semakin suatu rumah tangga jarang shalat, enggan bersedekah dan menolong orang lain, malas melakukan amal-amal kebaikan, ditambah lagi berhati busuk, maka semakin letihlah dalam mengelola rumah tangga ini. Rumah seluas apa pun akan tetap terasa sempit kalau hati para penghuninya sempit. Ketika berada di lapangan yang luas, lalu menemukan anjing atau ular, kita toh tidak merasa gentar. Akan tetapi, ketika di kamar mandi, berdua dengan tikus saja bisa jadi masalah. Apa sebab ? Di ruangan kecil, perkara kecil akan menjadi besar. Sebaliknya diruangn yang lapang, perkara besar akan menjadi kecil. Karenanya, rumah tangga itu akan dirasakan kebahagiaannya hanya oleh orang-orang yang berhati bersih dan ikhlas. Bila kita temukan beberapa kekurangan pada istri kita, bukan masalah, karena toh isteri kita bukan malaikat. Demikian pun kekuranganyang ada pada suami, janganlah sampai jadi masalah, karena suami pun bukan malaikat. Kekuranganyang ada untuk saling dilengkapi, sedangakan kelebihannya untuk disyukuri. Lain lagi, bagi yang berhati busuk, kekurangan yang ditemukan pada istri atau suami akan dijadikan jalan untuk saling berbuat aniaya. Na’udzubillah!

***

Bersambung ......4

Tidak ada komentar: